![]() |
Perbedaan slip tilang warna merah dan biru (Foto : Pantiasuhanmafaza.org) |
Anda
pernah merasa kesal karena kena tilang polisi karena motor Anda tak
memiliki kaca spion? Mungkin di hari lain, mobil Anda ditilang hanya
karena melewati garis batas putih di traffic light
beberapa senti? Anda tidak sendirian. Bisa jadi puluhan orang tertimpa
nasib yang sama setiap hari. Sayang, acapkali rasa kesal terhadap polisi
muncul karena ketidaktahuan kita sendiri terhadap proses tilang yang
sebenarnya. Apalagi kalau sudah bicara slip merah atau slip biru.
Kurangnya
pemahaman tentang mekanisme tilang dan makna lembaran surat tilang
membuat pengendara lebih sering mencari jalan pintas. Bayar...langsung
tancap gas. Saat ditanya arti slip merah dan slip biru, beberapa orang
pengendara yang sedang mengurus tilang di PN Jakarta Selatan hanya
angkat bahu. Ketidaktahuan acapkali terjadi karena minimnya informasi.
Lantaran
itu pula, pengendara tak menghiraukan manakala polisi langsung mencatat
data di atas slip merah. Padahal, selain slip warna merah, Anda sebagai
pengandara berhak meminta slip berwarna biru. Pengalaman hukumonline pertengahan Juli lalu menunjukkan, memang tidak mudah mendapatkan slip biru kalau tidak diminta.
Selamat
malam Pak, Anda belok saat lampu telah menyala. Kalimat itu membuarkan
lamunan malam ketika waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB lewat. Seorang
petugas polisi lalu lintas minta surat-surat kendaraan. Lantaran sudah
larut malam dan tak ingin urusan menjadi ribet, wartawan hukumonline mengaku salah dan minta diberikan slip biru.
Permintaan itu tak langsung dipenuhi. Apalagi hukumonline
menanyakan bagaimana mekanisme pembayaran denda lalu lintas ke Bank
Rakyat Indonesia. Polisi yang menahan memanggil polisi lain. Barulah
permintaan slip biru dipenuhi.
Tiga opsi bagi pelanggar
Menurut
Direktur Lalu Lintas Mabes Polri, Kombes Pol Yudi Sushariyanto,
tindakan langsung terhadap pelanggaran lalu lintas, lazim disebut
tilang, adalah salah satu bentuk penindakan pelanggaran lalu lintas yang
dilakukan Polri. Penyelesaian atas pelanggaran itu berada dalam sistem
peradilan pidana (criminal justice system yang
melibatkan kejaksaan dan pengadilan. Mengacu pada Pasal 211 KUHAP dan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, terdapat 28 jenis pelanggaran
yang dapat dikenakan tilang.
Yudi
menjelaskan, sistem tilang yang berlaku saat ini memberi tiga opsi bagi
pelanggar. Seseorang bisa minta disidang di pengadilan, mau bayar ke
Bank Rakyat Indonesia, atau pilihan lain dititipkan kepada kuasa untuk
sidang. Kuasa untuk sidang itu tidak lain adalah polisi. Pilihan-pilihan
ini sudah berlangsung sama, sesuai Surat Keputusan Kepala Kapolri
No.Pol: SKEP/443/IV/1998, tanggal 17 April 1998 (SK 1998).
Dijelaskan
Yudi, ketiga opsi ini dibuat dengan tujuan untuk memudahkan pengendara
menyelesaikan pelanggaran yang dia lakukan. Tinggal pilih opsi yang
mana, sehingga proses penindakan tidak sampai terlalu mengganggu
aktivitas pelanggar. Kalau punya waktu ke pengadilan, ya monggo. Mau bayar lewat bank, silahkan.
Gambaran
lebih teknis dipaparkan oleh Loekito. Kepala Divisi Pembinaan dan
Penegakan Hukum Direktorat Lalu lintas Polri ini menjelaskan Indonesia
tidak menggunakan sistem tiket seperti di luar negeri secara murni. Tapi
dipakai sistem penggabungan (hybrid-red)
sesuai hukum acara Indonesia. Memang masyarakat diberi alternatif,
Kalau orang dikasih lembar biru, dia bisa titip uang sesuai tabel, atau
bisa langsung ke BRI (Bank Rakyat Indonesia, red) di mana saja atau ke
kantor pos ujarnya.
Apabila
pelanggar memilih untuk membayar ke BRI, lanjut Loekito, polisi bisa
menunjuk petugas khusus atau pelanggar bisa menyetorkan denda ke BRI
cabang saja. BRI kemudian memberikan struk sebagai bukti, lalu pelanggar
tinggal datang ke kantor polisi yang ditunjuk penilang. Setelah
pelanggar membayar denda dan meminta kembali SIM/STNK yang
dititipkannya, lembar biru tersebut dikirim ke Pengadilan Negeri untuk
dilaksanakan sidang tanpa kehadiran pelanggar (verstek).
Pertimbangan
Polri untuk bekerjasama BRI ialah jangkauan yang luas hingga ke
pelosok-pelosok. Pelanggar bisa membayar ke BRI dimana saja. Nanti uang
ditilang disetor ke kas negara, bukan pemerintah daerah tutur Loekito.
Besarnya
denda ditentukan dari tabel jumlah uang tilang yang telah disepakati
hakim. Jumlah denda pada tabel ini berbeda untuk tiap provinsi. Tabel
yang juga dilampirkan di belakang buku tilang ini, dibuat untuk
mempermudah pelanggar.
Petugas khusus
Selain ikut sidang dan membayar ke BRI, dengan
slip biru pelanggar bisa memberi uang titipan ke petugas khusus
(polisi). Dengan cara ini, menurut Loekito, pelanggar itu memberi kuasa
kepada polisi untuk hadir disidang, dan perkaranya akan disidangkan
secara verstek. Surat tilang
berlaku sebagai surat kuasa juga ujarnya. Misalnya BRI tutup, hari sudah
malam atau malas orangnya, dia dapat menyetor ke petugas khusus.
Kemudian petugas tersebut membayar ke BRI dan mengirimkan slipnya ke
Pengadilan Negeri tuturnya.
Menurut
Lampiran SK 1998 sebagai petunjuk teknis tentang penggunaan blanko
tilang, apabila ada kepentingan mendesak terdakwa dapat menyetorkan uang
titipannya ke petugas khusus yang ditunjuk (Polantas), di Kantor
Satlantas setempat. Penyidik harus dapat memastikan kepada terdakwa
kapan dan di mana terdakwa dapat mengambil kembali barang titipannya
(SIM/STNK yang dititipkan) setelah menyerahkan uang titipan di BRI atau
petugas khusus itu.
Sambil
menunjukkan slip tilang Loekito menjelaskan bahwa surat tilang dapat
berkedudukan sebagai surat kuasa. Hal ini sesuai dengan kesepakatan
Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Polisi (Mahkejapol). Ia kemudian
menambahkan, Polantas yang bertugas juga tidak bisa main-main. Tidak
semua polantas memegang slip tilang, tergantung siapa yang diberi blanko
tilang oleh komandannya. Kita punya sistem pertanggungjawaban dengan
sidang kode etik.
Dalam
slip tilang tersebut tercatat nomor kode polisi yang bertanggungjawab
atas blanko tilang tersebut, sehingga komandan dapat menyita blanko itu.
Selain itu Yudhi menambahkan, Kalau polisi bermain akan �dikejar'
Kejaksaan karena tembusan tilang dibuat ke Kejaksaan dan pengadilan.
Halaman 18, Buku Petunjuk Teknis Tentang Penggunaan Blanko Tilang (Lampiran SKEP KAPOLRI Skep/443/IV/1998)
e. Terdakwa:
1. Menandatangani
Surat Tilang (Lembar Merah dan Biru) pada kolom yang telah disediakan
apabila menunjuk wakil di sidang dan sanggup menyetor uang titipan di
Bank yang ditunjuk.
2. Menyetor
uang titipan ke petugas khusus bila kantor Bank (BRI) yang ditunjuk
untuk menerima penyetoran uang titipan terdakwa (pelanggar-red) tutup,
karena hari raya/libur, dan sebagainya.
3. Menyerahkan
lembar tilang warna biru yang telah ditandatangani/dicap petugas kepada
penyidik yang mengelola barang titipan tersebut.
4. Menerima
tanda bukti setor dari petugas khusus (Polri) apabila peneyetor uang
tititpan terpaksa dilakukan diluar jam kerja Bank (BRI).
5. Menerima
penyerahan kembali barang titipannya dari penyidik/petugas barang
bukti/pengirim berkas perkara berdasarkan bukti setor dari petugas
khusus atau lembaran tilang warna biru yang telah disyahkan oleh petugas
Bank (BRI).
6. Menerima
penyerahan barang sitaannya dari petugas barang bukti setelah selesai
melaksanakan vonis hakim (dengan bukti eksekusi dari Eksekutor/Jaksa dan
melengkapi kekurangan-kekurangan lainnya (SIM, STNK/kelengkapan
kendaraan) � (bila memilih sidang-red)
|
Dengan
berlangsungnya otonomi daerah, Yudi berpendapat ada beberapa pengadilan
yang meminta untuk memproses seluruh tilang lewat persidangan. Walau
sebenarnya prosedurnya terdapat tiga opsi tadi. Polda Metro Jaya maunya
juga petugasnya tidak menerima uang. Agar tidak ada anggota yang terima
titipan tutur Loekito.
Ditambahkan
Yudi, dengan mengharuskan orang ke untuk pengadilan maka pelanggar akan
direpotkan. Ini yang harusnya direspon masyarakat, kita maunya
kecepatan dan ketepatan tandas Yudi. Kasihan masyarakat, karena ada
pihak yang ingin tidak mempermudah. Mereka tidak mau mempercepat
(proses-red) si pelanggar tandas Yudi. Menurutnya polisi ingin
menyerahkan pada keinginan masyarakat. Selain karena tiga opsi ini masih
berlaku, menurut Loekito seharusnya juga ditanyakan kepada masyarakat.
Kalau mau sidang boleh, tidak juga tidak apa-apa ujarnya.
Memilih
opsi membayar ke BRI juga tidak gampang. Seorang anggota Polantas
berujar, memilih slip biru berarti sudah tahu prosedur. Kalau tidak, ya
bakal repot juga. Sebab, sebelum ke BRI, pelanggar lalu lintas harus
datang ke kantor polisi dulu untuk meminta cap. Di sana, petugas
Ditlantas akan menunjuk BRI tempat membayar denda tilang. Jadi, bayarnya
tidak langsung. Tidak online, ujar polisi tadi.
Setelah dari BRI, pelanggar harus balik lagi ke kantor polisi untuk mengambil SIM. Meski terkesan ribet, demi pengalaman dan pengetahuan hukumonline
mengikuti petunjuk teknis Pak Polisi. Tiga hari setelah ada cap dari
kantor polisi, kini berurusan ke BRI Pusat di kawasan Jalan Sudirman
Jakarta. Berbekal tanda bukti pembayaran denda dari bank, hukumonline meluncur ke Polda Metro Jaya. Tak sampai lima menit, Surat Izin Mengemudi (SIM) pun dikembalikan.